Sekitar dua tahun yang lalu, aku
mengenalnya. Namanya Nada Anggraeni atau bisa ku panggil dia kak Nada. Pertama
ku melihatnya, saat ku duduk terdiam disebuah taman yang sunyi. Aku hanya
berteman dengan kesepian. Kulihat dia berjalan dengan anggun membawa sebuah
buku digenggamannya. Kesepian dan kesunyian yang terjadi langsung hilang saat
ku lihat dia berjalan ke arahku.
Dia langsung menyapaku.
“Hai… dik!” katanya dengan suara yang lembut.
“Iyaa kak!” jawabku dengan kaget.
“Adik kenapa?” tanyanya dengan penasaran.
“Tidak apa-apa kak” jawabku dengan gugup.
Sapaan itu membuatku terdiam sesaat. Aku bertanya-tanya “Apakah aku sedang
bermimpi?”, aku langsung mencubit kedua pipiku. “Auuuuhh…..!!!” teriakku
kesakitan. Kak Nada tersenyum melihat aku melakukan hal bodoh itu.
Kak Nada kini duduk di sampingku,
kami bercerita tentang sekolah. Aku tidak bisa melakukan apa-apa saat di
dekatnya, kuhanya memandangi rerumputan dan bunga-bunga yang ada di sekitar.
Suara ranting yang bergesekan memberikan suara yang dapat memecahkan keheningan
di antara kami berdua. Tiba-tiba kak Nada menepuk pundakku dan berkata.
“Dik, kakak pulang dulu yah? Udah sore nih.” Katanya
Aku kaget dan langsung berdiri di hadapannya.
“Iya kak, nanti kakak dicari oleh orang tua kakak” kataku dengan bahagia.
Cahaya senja menapaki tempat aku berdiri. Membuat mata ini terpejam karena
cahaya berwarna jingga yang mengarah ke pupil mataku. Malam mulai menutup hari,
sekarang aku akan pulang dan melewati jalan setapak yang sunyi dan di kelilingi
oleh pepohonan yang rimbun menambah kesan bahwa sepinya hidupku.
Keesokan paginya sinar mentari telah berada tepat diufuk timur, saat sang
mentari kembali menyinari duniaku. Aku melawan rasa kantuk yang sangat
menggoda. Tapi, sebagai orang yang taat beragama aku melawan rasa kantuk itu
untuk menjalankan ibadah sholah subuh. Setelah sholah aku menuju kamar mandi
untuk membersihkan badan ini, kemudian setelah badanku bersih, aku langsung
memakai seragam sekolah dan menuju ke sekolah untuk menemukan cerita baru.
Sekarang aku sudah kelas VIII dan kak Nada kelas IX di SMPN 1 Bulukumba
Sesampai di pintu gerbang sekolah, aku kembali terdiam dan terpaku saat kak
Nada berjalan di sampingku. Aku langsung berhenti berjalan.
Tiba-tiba kak Nada menepuk pundakku.
“Kenapa berhenti? Ayo jalan!” katanya dengan senyum manisnya.
“………” aku hanya diam dan menatapnya.
Sekali lagi dia tepuk pundakku dan kali ini dia langsung mengenggam jemariku
lalu menarikku masuk ke sekolah. Sesuatu hal yang sangat indah di pagi yang
berudara dingin. Sesampai di parkiran kami berpisah karena ruagan kelas kami
berjauhan. Sesampai dikelas kuterduduk dan merasa kesepian di antara hiruk
pikuk kelasku yang mayoritas kaum hawa dibandingkan dengan kamu adam.
Aku tak sabar menunggu bel istirahat berbunyi. Karena aku akan ke perpustakaan
sekolah untuk bertemu dengan kak Nada. Sekitar sejam aku memperhatikan
penjelasan dari guruku. Saat ku mendengar bel sekolah berbunyi, aku tak sengaja
berteriak, “Yeeeeee…..!!” semua teman-temanku melihatku dan menertawaiku
melihat apa yang kulakukan.
Setelah membereskan buku dan pulpen, aku langsung bergegas menuju perpustakaan
sekolah. Sebelum menjelajahi buku-buku yang tertata rapi, aku menulis namaku
dulu di buku pengunjung dan mencari nama kak Nada. Setelah itu selesai, aku
memulai penjelajahanku di buku-buku yang banyak, setelah mendapatkan apa yang
kucari, aku langsung duduk disamping kak Nada. Ku duduk disamping kak Nada, aku
butuh modal nekad yang besar untuk melakukan itu. Sesekali kami saling menatap
tanpa terucap kata sama sekali. Aku menganggap kak Nada sebagai saudaraku,
meskipun dia adalah kakak kelas tapi, dia sangat berarti bagiku. Dia memberikan
sehelai kertas yang bertuliskan “ AKU TELAH TERBIASA DENGAN HAL ITU”, awalnya
kutak tau apa makna dari kalimat itu. Tak berapa lama kemudian bel sekolah
berbunyi itu artinya kami harus ke kelas. Saat merapikan kursi kak Nada
langsung membisikkan kata yakni, “Dik, itu prinsip kakak..”. mendengar bisikan
itu aku langsung bertekad untuk menggunakan prinsip itu.
Percaya atau tidak, banyak yang menganggap aku dan kak Nada pacaran. Tak tau
gosip ini beredar dari siapa. Tapi gosip ini menyebar bagai angin yang selalu
berada di sekeliling kita. Aku kembali menuju ke kelas karena kak Nada akan ke
kelasnya. Pelajaran kali ini adalah bahasa Indonesia. Kami di beri tugas untuk
membuat sebuah puisi. Dan aku membuat
Sebuah puisi yang berjudul “Kesepianku”.
Kesepianku
Ku terduduk disini
Hanya sinar lampu yang menyinari
Hanya sepi yang menemani
Tak ada seorang pun menemani
Mungkin aku tak layak
Mungkin aku tak pantas
Mungkin aku tak dapat
Mendapatkan kebahagian dunia
Bel tanda pulang pun berbunyi, aku
mengakhiri petualanganku hari ini disekolah. Ku berjalan keluar sekolah bersama
kak Nada. Setiap hari bersama kak Nada membuatku terbiasa berada di dekatnya.
Selama ini aku berada di antara kesunyian. Tapi, dengan hadirnya kak Nada
kesepian itu mulai musnah. Kini kebahagian bersama kak Nada telah memulihkan
segalanya. Berbagi suka dan duka bersama kak Nada adalah hal terindah yang
pernah aku alami. Aku berdoa “yaa.. tuhan, kumohon agar waktu tidak berputar
begitu cepat!” pintaku dengan penuh harap. Kadang aku menyesali diriku karena
aku tidak bisa membuat kak Nada tersenyum di saat aku berada didekatnya.
Sesampai dirumah aku langsung merebahkan diriku di ranjang. Aku membayangkan
jika kak Nada sudah lulus dari sekolah ini, mungkin aku akan seperti pulpen
tanpa tinta. Disimpan dan diacuhkan. Sekitar seminggu lagi kak Nada akan
melaksankan Ujian Nasional.
Malam kembali menutup hariku, kini aku lelah dan ingin beristirahat. Tapi,
mataku tak ingin tertutup karena membayangkan hal yang memilukan itu dan
menerka-nerka apa yang terjadi besok. Kuingin hariku selalu bahagia,
bersama-sama dengan kak Nada.
Kini mataku terasa berat dan kini ku terlelap dengan suara tetesan air hujan
yang jatuh ke atas permukaan bumi dan ditemani oleh hawah dingin yang menusuk
kaki tapi, menambah nikmatnya malam ini. Ku bermimpi dan berteriak menyerukan
namanya, “kak Nadaaaa…..”, aku terbangun dari mimpi yang tak jelas ini. Mungkin
karena kak Nada selalu berada dibenakku.
Mimpi ini membuat tenggorokanku kering, aku langsung berjalan menuju dapur
untuk mencari gelas untuk ku tempati air sebagai pelepas dahagaku ini. Saat
minum ku mendengar suara kehidupan malam yang terjadi disekitarku. Suara
jangkrik-jangkrik yang memilih nada yang harmonis bagiku dan dapat memecahkan
kesunyian malam ini. Setelah minum aku langsung menuju ranjang dan melanjutkan
tidurku.
Keesokan paginya aku hanya terbaring dikasur karena hari ini libur UN. Sekitar
seminggu aku libur, hanyut dalam kesunyian. Aku sibuk dengan kesibukanku yakni
dengan bermain game online, orang tua dan adikku juga sibuk dengan kesibukan
mereka.
Terkadang aku ingin libur karena aku dapat terbebas dari tugas sekolah yang
menumpuk. Tapi terkadang juga aku ingin sekolah karena aku rindu suasana
sekolah tempat dimana ku dapat mendapatkan pengalaman baru bersama teman-teman
dan terutama kak Nada.
Besok aku akan ke sekolah karena besok sudah sekolah. Rasanya aku tak ingin ke
sekolah sebab kak Nada tidak datang ke sekolah. Tapi apa boleh buat aku harus
ke sekolah. Seperti hari-hari biasanya tapi kini berbeda tanpa kak Nada
berjalan disampingku. Jam istirahat ku habiskan ditaman sekolah, dan tidak ke
perpustakaan. Ini terjadi selama sebulan lebih dan semua terasa seperti dulu,
iya yakni kesunyian. Aku dengar, besok akan diadakan perpisahan siswa kelas IX
disekolahku. Itu berarti besok saat yang tepat untuk meluapkan rasa rinduku
kepada kak Nada.
Aku pulang dengan wajah yang murung. Aku berjalan dengan pelan memerhatikan
semuanya. Aku berfikir kalau hewan-hewan ini sedang menatapku. Mungkin mereka
bertanya-tanya “Kenapa anak muda itu?”, ahh itu hanya khayalan belaka. Tiba
dirumah aku langsug berbaring karena udara dingin yang menusuk kaki yang nikmat
untuk tidur.
Aku tertidur hingga sang mentari kembali keperaduannya. Aku terbangun untuk
makan dan mengerjakan tugas dari guru tadi waktu disekolah. Setelah semua
selesai aku
langsung tertidur karena lelah mengerjakan tugas yang banyak tadi.
Keesokan paginya, aku tak kuasa berjalan karena ku tau hari ini adalah hari
yang menyedihkan. Berpisah dengan kak Nada itu sungguh berat. Dia adalah sosok
kakak yang sangat berharga bagiku.sekitar dua tahun lalu ku mengenalnya tapi
itu waktu yang singkat. Tapi sebagaian orang yang mengatakan itu lama. Tapi itu
singkat. Saat berjalan menuju aula sekolah, aku dan kak Nada berpelukkan,
kurasakan hangat kasih sayang dari seorang kakak yang dapat membuatku bahagia.
Hingga kulihat dia menteskan air matanya.
Aku langsung memegang kedua bahunya dan berdiri di hadapannya.
“Kak jangan menangis donk, adik juga sedih melihatnya”
“Kakak gak nangis kok dik, kakak bahagia dapat bersama adik”
“kitakan bisa bertemu lagi tahun depan di SMA”
“Adik janji yah?”
“Iya kak.. adik janji kok”
Momen indah ini tidak berlangsung lama, aku berdiri diantara kesedihan yang
melanda kakak kelas yang sudah ingin meninggalkan guru dan adik-adik kelasnya.
Setelah acara selesai aku langsung menghampiri kak Nada untuk menuju pintu
gerbang dan kak Nada pun pulang.
Sejak saat itu aku tidak pernah bertemu dengan kak Nada lagi. Setiap aku ke
rumahnya dia tidak ada, mungkin dia sibuk dengan kesibukannya sendiri. Aku
kembali menyusuri jalan hidup yang hanya berisi kesunyian. Selamat jalan kak
Nada.